Dokter Residen Asal Pontianak Pelaku Pemerkosaan di RSHS Diduga Alami Kelainan Seksual

Foto Dokter Pemerkosa

PAP, dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad). (Kolase: Dok. Beritain Kalbar/x.com)

BERITAINKALBAR.COM, NASIONAL – Dunia medis di Indonesia dikejutkan oleh kasus kriminal serius yang melibatkan seorang dokter residen muda yang tengah menjalani pendidikan spesialis. Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat mengungkap sebuah kasus pemerkosaan yang terjadi di lingkungan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Kronologi Kasus Dokter Residen di Bandung

Pelakunya adalah seorang pria berinisial PAP, berusia 31 tahun, yang diketahui sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad). PAP kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap seorang wanita berusia 21 tahun yang merupakan keluarga dari pasien yang tengah menjalani perawatan intensif di rumah sakit tersebut.

Kepastian mengenai status hukum PAP disampaikan langsung oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Polisi Surawan, dalam konferensi pers yang digelar di Bandung, Rabu (10/4). Dalam pernyataannya, Surawan mengungkapkan bahwa pemeriksaan awal terhadap tersangka menunjukkan adanya indikasi kelainan seksual yang menjadi faktor pendorong terjadinya kejahatan tersebut.

Baca juga:  INFOGRAFIS Pertumbuhan Ekonomi Kalbar 2023-2024

“Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang kecenderungan pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual ya,” ujar Kombes Surawan di hadapan awak media.

Kronologi kejadian memperlihatkan tindakan pelaku dilakukan dengan penuh manipulasi. Insiden pemerkosaan ini terjadi di salah satu ruangan baru di Gedung MCHC RSHS Bandung yang saat itu belum difungsikan secara resmi. Korban yang saat itu tengah mendampingi ayahnya dalam kondisi kritis, dibujuk oleh pelaku untuk ikut ke ruangan tersebut dengan dalih akan dilakukan tindakan transfusi darah yang disebutnya penting secara medis. Pelaku meminta korban menjalani prosedur itu seorang diri, tanpa kehadiran keluarga atau tenaga medis lainnya, yang kemudian menjadi awal mula tindak kejahatan seksual dilakukan.

“Korban tidak tahu maksud pelaku apa karena saat itu diajak ke ruang baru dengan dalih akan dilakukan tindakan medis,” terang Surawan lebih lanjut, menjelaskan bagaimana pelaku memperdaya korban.

Baca juga:  Terbaru! 20+ Kampus Swasta di Pontianak: Alamat dan Website Resmi untuk Daftar!

Setelah kejadian, korban segera melapor dan hasil pemeriksaan forensik menunjukkan bukti-bukti yang sangat kuat, termasuk ditemukannya sisa sperma pada tubuh korban dan adanya indikasi penggunaan alat kontrasepsi oleh pelaku. Seluruh sampel yang dikumpulkan kini telah dibekukan untuk dilakukan uji laboratorium lanjutan, termasuk tes DNA guna mencocokkan bukti-bukti tersebut dengan tersangka.

Pihak kepolisian mengungkapkan bahwa PAP sempat melarikan diri dan bersembunyi di sebuah apartemen di Kota Bandung. Penangkapan dilakukan lima hari pasca kejadian, dalam kondisi pelaku yang sempat berupaya bunuh diri dengan melukai pergelangan tangannya sendiri. Meski mengalami luka, pelaku berhasil diselamatkan dan saat ini telah ditahan secara resmi untuk proses penyidikan lebih lanjut.

Gemparkan Dunia Medis

Kasus ini sontak menimbulkan kemarahan dan keprihatinan publik, terutama dari kalangan masyarakat umum dan komunitas medis. Banyak pihak menuntut adanya reformasi dan pengawasan ketat terhadap proses pendidikan dan perilaku tenaga medis muda. Universitas Padjajaran pun bergerak cepat dengan mencabut status kepesertaan PAP dari program PPDS mereka sebagai bentuk sikap tegas atas tindakan yang sangat tidak mencerminkan etika profesi kedokteran.

Baca juga:  INFOGRAFIS Real Count DPR RI 2024 Dapil Kalbar 2: Update Suara Terbanyak

Penyidik menyatakan bahwa penyelidikan akan terus diperluas, termasuk melakukan pemeriksaan psikologi forensik terhadap tersangka untuk mendalami lebih jauh motif, kecenderungan perilaku, dan kemungkinan adanya riwayat gangguan psikoseksual. Langkah ini dianggap penting untuk mengetahui secara utuh latar belakang tindakan pelaku yang telah mencoreng nama institusi medis dan menimbulkan luka psikologis mendalam bagi korban.

Kejadian ini menambah panjang daftar kejahatan seksual yang terjadi di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat aman dan penuh empati seperti rumah sakit. Kasus ini menjadi pengingat bagi seluruh institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan untuk tidak hanya fokus pada kecerdasan akademik, tetapi juga membina moralitas dan integritas calon tenaga medis sejak dini. (da)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *