Pemerintah Genjot Pajak Digital & Kripto, Target Triliunan

Ilustrasi Pajak Kripto dan Digital (Dok. Beritain Kalbar)
BERITAINKALBAR.COM, NASIONAL – Pemerintah terus mendorong penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital yang pertumbuhannya semakin pesat dalam beberapa tahun terakhir. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menegaskan ekonomi digital kini menjadi salah satu penggerak utama perekonomian nasional.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, nilai transaksi ekonomi digital melonjak signifikan dalam lima tahun terakhir. Pada 2019, nilai transaksi baru mencapai Rp556 triliun atau 3,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun pada 2024, nilainya naik tajam menjadi Rp1.454,6 triliun atau 6,6% terhadap PDB.
“Kalau kita lihat sektor jasa dalam PDB tumbuh sangat signifikan. Kontribusinya sudah 54,95% terhadap PDB dengan pertumbuhan transaksi yang juga luar biasa. Tahun 2024 saja totalnya mencapai Rp1.454 triliun atau tumbuh 6,6%,” jelas Yon Arsal dalam webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Selasa (26/8/2025), dikutip dari CNBC Indonesia.
Yon menegaskan pemerintah menyiapkan tiga kebijakan utama untuk memperkuat penerimaan pajak, yaitu pajak digital, pajak kripto, dan pajak minimum global.
Aturan Pajak Digital
Untuk pajak digital, pemerintah menerbitkan PMK Nomor 37 Tahun 2025. Aturan ini menunjuk platform e-commerce (PMSE), baik dalam maupun luar negeri, sebagai pemungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto penjualan pedagang dalam negeri.
“Sebenarnya ini bukan jenis pajak baru. Aturan ini hanya mengatur tata cara pelaporan sehingga lebih memudahkan wajib pajak memenuhi kewajibannya,” terang Yon Arsal.
Pajak Kripto dan Pengecualian PPN
Selain itu, pemerintah juga mengatur perpajakan aset kripto lewat PMK Nomor 50 Tahun 2025. Dalam aturan ini, aset kripto diperlakukan seperti surat berharga sehingga tidak dikenakan PPN. Namun, penyedia jasa sarana elektronik untuk transaksi kripto serta penambang kripto tetap wajib membayar PPN.
Global Minimum Tax
Sejak 2024, pemerintah juga menerapkan PMK Nomor 136 Tahun 2024 terkait pajak minimum global sebesar 15% bagi perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi lebih dari €750 juta. Aturan ini berlaku mulai 2025 dan selaras dengan kebijakan lebih dari 50 negara lain yang juga menerapkan global minimum tax.
“Kami sedang mendiskusikan skema insentif yang paling tepat agar kebijakan ini tetap menjaga daya beli masyarakat sekaligus mendorong investasi masuk ke Indonesia,” ungkap Yon Arsal.
Target Penerimaan Negara 2026
Seperti diketahui, pemerintah menargetkan penerimaan negara sebesar Rp3.147 triliun dalam RAPBN 2026. Target tersebut terdiri dari penerimaan pajak Rp2.357 triliun, bea dan cukai Rp334 triliun, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp455 triliun.