Studi MIT:ChatGPT Bikin Mudah, Tapi Lemahkan Daya Pikir

Ilustrasi (Dok. Beritain Kalbar)

BERITAINKALBAR.COM, LIFESTYLE – Sejak hadir hampir tiga tahun lalu, ChatGPT memicu perdebatan luas soal dampaknya pada dunia pendidikan. Banyak guru dan pakar menilai AI ini membantu siswa, tetapi sebagian mengkhawatirkan teknologi tersebut menurunkan kemampuan berpikir kritis. Mereka menilai siswa yang terlalu dini memakai AI tidak sempat melatih keterampilan dasar dalam berpikir kritis dan memecahkan masalah.

Tim ilmuwan dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) meneliti fenomena ini secara langsung. Mereka menemukan bahwa penggunaan ChatGPT berlebihan bisa melemahkan otak dalam berpikir. Para peneliti menyebut kondisi tersebut sebagai cognitive debt atau “utang kognitif”, yaitu berkurangnya kemampuan mengingat dan menurunnya keterampilan belajar.

Baca juga:  Tips Bahagia Meski Hidup Dilanda Banyak Masalah

“Penggunaan ChatGPT untuk membantu menulis esai dapat memicu akumulasi utang kognitif,” kata tim MIT dalam laporan yang dikutip dari Science Alert, sebagaimana dilansir CNBC Indonesia.

Selama empat bulan, tim MIT meminta 54 orang dewasa menulis tiga esai dengan tiga cara berbeda: memakai ChatGPT, memakai mesin pencari, atau memakai otak mereka sendiri. Tim kemudian mengukur keterlibatan kognitif melalui aktivitas listrik di otak dan analisis linguistik dari esai.

Baca juga:  Tradisi Imlek di Berbagai Negara, Seperti Apa di Indonesia dan Malaysia?

Hasilnya menunjukkan bahwa peserta yang memakai AI mengalami keterlibatan kognitif paling rendah dibanding dua kelompok lain. Peserta kelompok AI juga gagal mengingat banyak kutipan dari esai dan tidak merasa memiliki keterikatan dengan tulisan yang mereka hasilkan.

“Temuan ini menunjukkan bagaimana penggunaan AI yang berkelanjutan bisa menyebabkan peserta mengakumulasi utang kognitif,” jelas peneliti MIT.

Namun, para ahli menekankan bahwa hasil penelitian ini tidak langsung membuktikan bahwa AI membuat penggunanya bodoh. Mereka menjelaskan bahwa desain studi memengaruhi hasilnya.

Baca juga:  Komunitas Cinta Singkawang Gelar Diskusi Literasi Digital untuk Anak Muda, Yuk Ikutan!

Kelompok yang hanya memakai otak memperlihatkan perubahan konektivitas saraf selama tiga sesi awal karena mereka terbiasa dengan tugas. Fenomena ini dikenal sebagai efek familiarisasi. Sementara itu, kelompok AI hanya sekali mengerjakan tugas dengan otak mereka sendiri, sehingga mereka tidak mencapai pengalaman setara dengan kelompok lain. (pdp)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *